Konsep
Diri
Suku
Jawa
Konsep
diri suku jawa diidentikkan dengan berbagai sikap yaitu sopan, segan, menjaga
etika berbicara baik secara konten isi dan Bahasa perkataan maupun objek yang
disesuaikan dengan objek yang diajak bicara, dan juga tidak suka “langsung-langsung”
alias suka menyembunyikan perasaan.
Suku
Jawa umumnya lebih suka menyembunyikan perasaan. Menampik tawaran dengan halus
demi sebuah etika dan sopan santun sikap yang dijaga. Misalnya saat bertamu dan
disuguhi hidangan. Karakter khas seorang yang bersuku Jawa adalah menunggu
dipersilahkan untuk mencicipi, bahkan terkadang sikap sungkan mampu melawan
kehendak atau keinginan hati.
Suku
Jawa memang sangat menjujung tinggi etika. Baik secara sikap maupun berbicara.
Untuk berbicara, seorang yang lebih muda hendaknya menggunakan Bahasa Jawa
halus yang terkesan lebih sopan, berbeda dengan Bahasa yang digunakan untuk
rekan sebaya maupun yang usianya di bawah. Demikian juga dengan sikap orang
yang lebih muda hendaknya betul-betul mampu menjaga sikap etika yang baik
terhadap orang yang usianya lebih tua dari dirinya, dalam Bahasa jawa Ngajeni.
Suku
jawa itu sendiri terdiri dari berbagai macam jenis tergantung pada lokasi
daerah mereka berdiam. Biasanya secara lebih khusus lagi, setiap suku Jawa
tersebut memiliki ragam kebudayaan yang lebih khas lagi, baik soal Bahasa, adat
kebiasaan, makanan khas, dan sebagainya.
Karakter masyarakat Jawa sangat feodalistik.
Pramoedya Ananta, seorang sastrawan kondang, medefinisikannya sebagai ketaatan
membabi buta pada kekuasaan. Sisi positifnya, masyarakat jawa masih menghormati
raja mereka, dan kedudukan raja bukan sekedar simbolis di era modern ini,
melainkan masih memiliki kekuasaan dan kekuatan. Hal ini memungkinkan budaya
Jawa dan tradisinya masih terjaga dengan apik hingga hari ini, meski sudah mengalami banyak pengeroposan juga di
sana-sini.
Sisi negatifnya, Jawanisme ini
dianggap sebagai biang kerok yang membentuk mental bangsa Indonesia menjadi
mental “buruh”. Ia dianggap penyebab
terbesar suburnya kolonialisme dan
imperialism selama berabad-abad, bahkan hingga kini. Masyarakat Jawa yang
terlalu mengagung-agungkan kekuasaan dianggap mematikan budaya kritis dengan
tetap mendukung kekuasaan yang pincang,
karena mereka cukup nyaman dengan menjadi “penjilat” dan mendapatkan banyak
keuntungan dari situ.
Urip Ora Ngoyo
Konsep hidup nerimo ing pandum ( ora ngoyo )
selanjutnya mengisyaratkan bahwa orang Jawa hidup tidak terlalu berambisi.
Jalani saja segala yang harus di jalani. Tidak perlu terlalu ambisi untuk
melakukan sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat di lakukan. Orang Jawa tidak
menyarankan hal tersebut.
Hidup sudah mengalir sesuai dengan koridornya.
Kita boleh saja mempercepat laju aliran tersebut, tetapi laju tersebut jangan
terlalu drastis. Perubahan tersebut hanya sebuah improvisasi kita atas
kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Orang Jawa mengatakan dengan istilah
jangan ngoyo. Biarkan hidup membawamu sesuai dengan alirannya. Jangan membawa
hidup dengan tenagamu!
Bagi orang jawa hidup dan kehidupan itu sama
dengan kendaraan. Dia akan membawa kita pada tujuan yang pasti. Orang jawa
memposisikan diri sebagai penumpang. Kendaraan atau hiduplah yang membawa
mereka menuju kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak membawa kendaraan
tersebut, melainkan dibawa oleh kendaraan.
Seperti air di dalam saluran sungai, jika mereka
mengalir biasa, maka kondisinya aman dan nyaman. Tetapi ketika alirannya
dipaksa untuk besar, maka aliran sungai tersebut tidak aman lagi bagi
kehidupan. Orang Jawa memahami hal tersebut sehingga menerapkan konsep hidup
jangan ngoyo. Ngoyo artinya memaksakan diri untuk
melakukan sesuatu.
Jika kita memaksakan diri untuk melakukan
sesuatu, maka kemungkinan besar kita akan mengalami sesuatu yang kurang baik,
misalnya kita akan sakit. Rasa sakit terjadi karena ada pemaksaan terhadap
kemampuan sesungguhnya yang kita miliki.
Ciri khas lain yang tak bisa di tinggalkan adalah sifat Gotong royong atau saling membantu sesama
orang di lingkungan hidupnya apalagi lebih kentara sifat itu bila kita
bertandang ke pelosok pelosok daerah suku Jawa di mana sikap gotong royong akan
selalu terlihat di dalam setiap sendi kehidupannya baik itu suasana suka maupun
duka.
Pola kehidupan orang jawa memang telah tertata
sejak nenek moyang. Berbagai nilai luhur kehidupan adalah warisan nenek moyang
yang adi luhung. Dan, semua itu dapat kita ketahui wujud nyatanya. Bagaimana
eksistensi orang jawa terjaga begitu kuat sehingga sampai detik ini pola-pola
tersebut tetap diterapkan dalam kehidupan.
Pola hidup kerjasama ini dapat kita ketemukan
pada kerja gotongroyong yang banyak diterapkan dalam masyarakat Jawa. Orang
Jawa sangat memegang teguh pepatah yang mengatakan: ringan sama dijinjing,
berat sama dipikul. Ini merupakan konsep dasar hidup bersama yang penuh kesadaran
dan tanggung jawab.
Kita harus mengakui bahwa kehidupan orang jawa
memang begitu spesifik. Dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia, bahkan
yang ada di dunia, orang Jawa mempunyai pola hidup yang berbeda. Kebiasaan
hidup secara berkelompok menyebabkan rasa diri mereka sedemikian dekat satu
dengan lainnya, sehingga saling menolong merupakan sebuah kebutuhan.
Mereka selalu memberikan pertolongan kepada orang
lain yang membutuhkan pertolongan. Bahkan dengan segala cara mereka ikut
membantu seseorang keluar dari permasalahan, apalagi jika sesaudara atau sudah
menjadi teman.
Ngajeni Pada Orang Yang Lebih Tua
Dan, yang tidak dapat kita abaikan adalah sikap
hidup orang Jawa yang menejunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan.
Dalam interaksi antar personal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga
segala kata dan perbuatan untuk tidak menyakiti hati orang lain.
Mereka begitu menghargai persahabatan sehingga
eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat penting.
Mereka tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau
terseinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan sebab bagi orang Jawa, ajining
diri soko lathi, ajining rogo soko busono artinya, harga diri seseorang dari
lidahnya (omongannya), harga badan dari pakaia
Sumber :
- http://www.anneahira.com/jawa.htm
- https://www.google.co.id/search?newwindow=1&biw=1525&bih=734&tbm=isch&sa=1&q=suku+jawa&oq=suku+jawa&gs_l=img.3..0l6j0i5l4.4865.7425.0.8087.9.9.0.0.0.0.225.928.7j1j1.9.0....0...1c.1.48.img..0.9.913.ZrD9Ybv7pG0#facrc=_&imgdii=_&imgrc=0sCEuU_ONrAuBM%253A%3BebqAomMaBqudqM%3Bhttp%253A%252F%252Findrianikhalid06.files.wordpress.com%252F2011%252F05%252Forang-jawa.jpg%3Bhttp%253A%252F%252Findrianikhalid06.wordpress.com%252F2011%252F05%252F04%252Fsuku-jawa%252F%3B400%3B203
0 komentar:
Posting Komentar